Rabu, 01 Juni 2011

Blora, kota tak dikenal

Part 1 – Dialek dan istilah khas orang Blora

BLORA….
Ssssttt………kalian tahu gak kalo banyak lho orang-orang yang gak tau Blora itu nama apa..
Makanan??? Minuman?? Nama lapangan??? Nama orang????
Hmpph,, bukannnn…….
Blora itu bukan makanan, bukan minuman, bukan nama orang n bukan nama lapangan juga….

Terus apa dong Blora itu??

Hmpph,, buat kalian yang belum pernah denger kata Blora, Blora itu nama sebuah kota kecil yang tak terkenal.
Yup, Blora adalah sebuah kota kecil di Jawa Tengah yang terletak di perbatasan dengan Jawa Timur.
Nah, sekarang ayooo ngaku sapa yang belum tau Blora n tadi salah tebak tentang Blora??? :)

Aneh. Padahal ada beberapa tokoh yang lahir n dibesarkan di Blora lho, seperti Pak Pramudya Ananta Toer. Itu lho si sastrawan yang bukunya sangat terkenal di Indonesia. Terus ada juga Samin Surasentika, tokohnya orang Samin yang terkenal dengan ajarannya yang gak mau bayar pajak pada kompeni pada jaman dolooo kala. Malahan dolooooo pernah ada film yang berjudul lari dari Blora, tapi teteeeep aja banyak orang gak tahu Blora alias Blora tu sama sekali gak terkenal. 

Aduuuuuhhh…… parah banget yaa…… Padahal Blora tu memiliki banyak banget keunikan n hal-hal menarik buat diketahui lho………

Nah, kali ini nih aku mau cerita sedikit tetang keunikan yang ada di Blora, yaitu tentang bahasa jawa di Blora.

Simak yukksss……………… ^__^


Walaupun aku gak lahir di Blora, tapi aku dibesarkan di Blora. Tumbuh dan dibesarkan di Blora membuatku cukup lihai untuk menggunakan bahasa Jawa yang kental dengan nuansa logat dialek khas orang Blora. Dengan kata lain, aku tuh kalo ngomong medog.

Yaaa…… kalau di Blora sih ke-medog-anku bukan merupakan suatu masalah ataupun sesuatu yang aneh. Tapi, begitu aku memasuki masa kuliah di luar kota, petaka demi petaka konyol karena ke-medog-anku dan beberapa istilah aneh yang aku gunakanpun mulai berdatangan.

Teringat sebuah kejadian ketika aku baru saja menginjakan kaki di Salatiga. Waktu itu aku sedang asyik mengobrol di dapur dengan Pana, temanku sekolah dari TK – SMA (terpisah waktu SMP) yang juga kuliah di UKSW, Salatiga.

Aku : Pan, wek’em tak kek kene yo. (Pan, punyamu tak taruh sini ya)
Pana : Iyo Mar. Dekek kono wae, mengko tak jupuke dewe. (Iya Mar. taruh situ saja, nanti tak ambil sendiri)
Aku : OKE. Oya, kowe ndeleng bukuku ning meja ra’? (OKE. Oya, kamu lihat bukuku di meja gak?)
Pana : Oooo buku ning dhuwur meja ki buku’nem to Mar? (Oooo buku di atas meja itu bukumu to Mar?)
…………………
Saat aku dan Pana masih asyik ngobrol, tiba-tiba mba’ Lala (orang Solo) yang kebetulan sedang main dan mendengar obrolan kami langsung nyeletuk dalam bahasa Indonesia yang kebanyakan bumbu rasa Jawa, “Kok kalian ki ngomongnya aneh siih? Nganggo em - em. Nyampe-nyampe buku siji (1) mbok sebut nem (6). Maksude kalian ki apa sihh? Ngomong nganggo basa jawa tapi kok aneh. Aku gak mudeng.”

Mendengar pertanyaan itu aku n Pana langsung tertawa dan menyadari keanehan bahasa kami. Akhirnya kami menjelaskan bahwa ‘em’ ’nem’ itu sama artinya dengan kamu, menunjukkan kata ganti milik gitu. Jadi, bukunem itu gak sama artinya dengan buku yang jumlahnya 6 (enem). Bukunem itu artinya bukumu.

Mba’ Lala langsung manggut-manggut mendengar penjelasan kamu dan mulutnya membentuk lingkaran kecil, “Ooooo…”
hahahaha

Tentang gimana aturannya untuk memakai kata em atau nem sih aku kurang tahu. Pemakaian nem atau em sih berdasarkan kebiasaan aja siiiihh, misalnya seperti rainem (wajahmu), klambiem/klambinem(bajumu), spatuem/spatunem (sepatumu), watukem (batukmu), gayaem (gayamu), dll. #pusing sendiri jadinya, hehehe#
Oya,, bagi yang belum tau, huruf e dalam kata em/nem itu dibaca seperti huruf e dalam kata bayem.


Hal lain yang tak kalah menggelikan adalah saat aku dan Murni (temen dari Blora juga, tapi rumah kami terpisah sejauh 30km, hehehe) asyik ngobrol dengan 3 kakak angkatan (cowok semua) yang kebetulan semuanya berasal dari Salatiga. Entah apa yang waktu itu kami perbicangkan, yang pasti obrolan itu berlangsung sangat menarik dan seru sehingga tak jarang membuat kami terpingkal-pingkal karenanya.

Pana dan aku ^^
Tiba-tiba ditengah obrolan itu, salah satu dari kakak angkatan itu (sebut saja mas X,, soalnya gak tau namanya # what???? ngobrol rame banget tapi ga kenal ma mereka bertiga,, ckckckck,,,,,hahaha#) mengajukan sebuah pertanyaan kepadaku dan Murni.

Secara hampir bersamaan aku dan Murni menjawab pertanyaan itu, hanya saja jawaban yang keluar dari mulut kami berbeda. Aku bilang, “terae og mas”, sedangkan Murni bilang, “emang og mas”

Uppsss,, tiba-tiba aja suasana yang tadinya rame langsung berubah menjadi sunyi + sepi + senyap setelah aku dan Murni menjawab pertanyaan mas X itu.

3 kakak angkatan itu saling berpandangan. Kemudian, temannya mas X mengajukan sebuah pertanyaan kepadaku, “terae kuwi apa to dek artine?” (terae itu artinya apa sih dek).

Mendengar pertanyaan itu Murni langsung tertawa sedangkan aku cuma senyum-senyum sendiri menahan malu. Olala………… Aku pun tersadar kalau aku baru saja menggunakan bahasa planetku (dialek Blora) lagi, hahahahaha……
Murni dan aku ^^


Akhirnya aku pun menjawab pertanyaan itu dengan malu-malu, “sori mas, itu basane wong Blora (dalam bahasa jawa baca : mbloro). Artine emang.” (sorry mas, itu bahasanya orang Blora. Artinya emang.)

Mendengar jawabanku, 3 kakak angkatanku langsung ketawa ngakak. #untung gak pake guling-guling#
Hwaaaa…………… malunya aku…………

Yup,,, emang ada beberapa istilah/kata bahasa Jawa yang hanya dipahami oleh orang yang telah lama tinggal di Blora saja. Misalnya aja mbuyak. Aku cukup sering menggunakan kata itu sampai-sampai banyak temen yang tanya arti mbuyak itu apa. Haduuuu,,, kalo mereka dah tanya gitu aku baru nyadar kalau aku baru aja ngomong pake bahasa planet #well, aku sebut dialek orang Blora sebagai bahasa planet biar mudah aja#.
Temen-temen, mbuyak itu sama artinya dengan gak mau tahu, gak mau ikut campur, gak peduli.

Selain kata mbuyak, kata lesu juga bikin aku sering keliatan sebagai makhluk alien yang tiba-tiba menampakkan diri di Salatiga.

Begini ceritanyaaa……………

(terjadi awal-awal masa kuliah)
Waktu itu ada acara makrab (malam keakraban) fakultas. Untuk menuju tempat makrab, setiap peserta harus berjalan kaki bersama anggota kelompoknya. Rupanya mayoritas anggota kelompokku berasal dari Salatiga dan Semarang, dan aku adalah satu-satunya anggota kelompok yang berasal dari planet terjauh.

Ditengah perjalanan menuju tepat makrab yang lumayan jauh itu, beberapa temanku mengeluh capek. Aku sih gak merasa capek (mungkin karena aku kebiasaan jalan kali yaa, sedangkan teman kelompokku mayoritas terbiasa naik montor), hanya saja aku mulai merasa ayam yang aku pelihara diperutku mulai mengeluarkan bunyi nyaringnya. Maka, mulailah mulutku mengeluarkan kata-kata keluhan, “Aduh,, aku lesu eg…”

Satu dari temanku yang mendengar keluhanku menimpali, “Nek lesu yo istirahat po ngombe sek to Mar”

Glekkk………
Aku bingung mendengar jawaban temanku itu. Aku segera saja meleparkan protes kepada temanku yang menyuruhku istirahat atau minum padahal aku sedang lesu.

Ups, bukannya memahami apa yang aku maksud, temanku ini malah ngotot pada pendapatnya kalau aku lesu ya harus minum.
Daripada bertengkar, akhirnya aku cuma diam saja.
Untung ada teman lain yang menyadari kebingunganku. Dia tanya tentang arti lesu versiku. Aku bilang lesu itu laparrrrrrrr…….
Dia pun manggut-manggut, trus bilang kalau di Salatiga lesu tu capek, lelah. Kalau lapar harusnya aku bilangnya ngeleh….

Whatt???? Itu kan arti lesu dalam bahasa Indonesia. Ini lesu dalam bahasa jawa. Tepatnya dalam bahasa planetku. Haduuuuuu……………
Ggrrrrrrr…………

-------------------------------------------------

Yaaachhh,,, itulah beberapa istilah aneh yang digunakan orang-orang Blora, termasuk aku.
Hmppphh,,, sebenernya masih banyak lagi sih,
tapi buat kali ini cukup sekian deh.
Lain waktu akan kulanjutkan lagi ceritanya…….


Go Blora GO GO …………………………………………………

^marieae^


1 komentar: