Selasa, 31 Mei 2011

Cinta Pertama

Malam yang dingin. Namun, mataku belum juga terpejam. Ditemani remangnya sinar rembulan, mataku menerawang, ingatanku tertuju pada sebuah nama. Indra… ya Indra ! Sebuah nama yang akhir-akhir ini selalu membayangi diriku sejak pertemuan di gereja minggu lalu. Ya… wajahnya, tawanya, senyumnya, dan tubuhnya yang tak begitu tinggi walau dia jauh lebih tua dariku… semuanya telah terekam indah dalam ingatanku.

“Rin, bangun…!!! Dah siang. Apa kamu ga’ sekolah ? Sekarang sudah hampir jam 6 lho!“ kata Ibuku yang berusaha membangunkanku.

Aku tak menggubris kata-kata Ibuku. Aku hanya menggeliat di atas kasurku yang empuk.

Ibuku pun berusaha membangunkanku lagi, “Rin, dah siang lho ya! Apa kamu nggak sekolah ? Sana cepatan mandi trus sarapan.”

Akhirnya aku pun bangun dari tidurku. Kemudian aku pergi mandi dan sarapan lalu aku pun berangkat ke sekolah.

Sesampai di sekolah yang tak jauh dari rumahku, aku meletakkakan tasku di tempat dudukku lantas kutinggalkan keluar begitu saja. Aku duduk di teras kelasku sambil memperhatikan anak-anak yang baru datang. Tak lama kemudian, aku melihat Edie yang baru datang dan tersenyum padaku. Aku pun terpana melihatnya…

“Rinda…”” sapa Edie padaku.

“Edie…….” sapaku pada Edie sambil aku tersenyum padanya.

Tiba-tiba Bayu, salah seorang teman sekelasku, membuatku kaget, “Hayo… Rin, gak usah sungkan-sungkan lho ya! Kalau suka ya ndak pa-pa kok! Tak restui…”

Aku terdiam tanpa merespon ejekan Bayu. Pikiranku melayang-layang membayangkan Edie. Yaah, Edie adalah cowok yang kukagumi. Sifatnya yang baik, lucu, ramah……… selalu membuatku terkesan dan teringat padanya selalu. Aku pun bangkit berdiri dan masuk ke kelasku lagi. Aku duduk di tempat dudukku. Kemudian kuambil sebuah kertas dan pulpen dari tasku. Lantas kucoret-coret kertas itu dengan kata-kata yang ada di pikiranku. Hingga tak lama kemudian, Riva, teman dudukku datang dan menyapaku.

“Hai, Rin……!!” sapa Riva.

Aku tak membalas sapaannya. Aku hanya tersenyum saja. Tapi, bukan senyuman manis, melainkan senyuman yang garing dan kupaksakan.

Setelah meletakkan tasnya, Riva pun duduk di sampingku.

“Rin…….” kata Riva padaku sambil bermain hp.

“Hmmm…..”

“Eh, Rin, denger-denger Edie lagi CLBK ma Tias lho!” kata Riva lagi sambil tetap memainkan hp-nya.

Aku tertegun mendengar kata-kata Riva. Aku meletakkan pulpen dan kertasku di atas meja, lalu kusandarkan bedanku pada dinding. Hatiku menjadi galau. Aku pun menarik nafasku dalam-dalam dan berusaha untuk tetap tenang dan pura-pura tak mengerti apa yang dikatakannya, “Maksudmu apa, Va?”

“Yaah, masa sih gak tahu maksudku?” tanya Riva padaku sambil menatapku tajam.

“Kata siapa dia CLBK ma Tias?” tanyaku menyelidik.

“Yaah, pokoknya aku dapat gosip-gosip kalau dia CLBK ma Tias dari temen sekelasnya.”

Anganku pun kembali melayang-layang. Edie yang sebelumnya kuanggap cowok paling perfect teryata sama saja dengan yang lainnya. “Ngapain dia balikan sama Tias?? Tias kan terkenal suka ganti-ganti pacar,” gumanku dalam hati. Rasanya aku pingin banget buat marahin Edie. Tapi, aku gak berhak buat marah ma dia karena dia bukan apa-apaku.

Tak terasa bel tanda masuk berbunyi. Bel yang juga memberikan tanda bahwa pelajaran akan segera dimulai. Namun, aku tidak bisa mengikuti pelajaran dengan serius. Yang ada di pikiranku hanya kekecewaanku pada Edie……. Huuh, dasar LELAKI…..!!
Beberapa hari kemudian………

Malam ini adalah malam terdingin yang pernah kurasakan. Gerimis di luar semakin menambah dinginnya malam ini. Aku mencoba untuk membaca buku-buku pelajaran. Namun, rasanya sulit banget untuk memahami apa yang kubaca. Aku pun meletakkan bukuku di meja belajarku lantas aku duduk di dekat jendela sambil memandang langit yang mendung. Tiba-tiba handphoneku berdering.
Kriiiiing……. Kriiiiing…….
“Halo…..” kataku begitu aku mengangkat telpon itu.

“Halo….. Ini Rinda to? Ini aku Riva!” kata suara di seberang sana.

“Iya….. Da pa ya, Va?” tanyaku.

“Besok kamu jadi ikut ke Rembang to?” tanya Riva medog.

“Ya jadi dong, Va! Kamu’ne juga ikut kan?” jawabku tak kalah medog.

“Aku juga jadi, tapi aku diboncengin Viki!”

“Trus aku gimana dong? Masa aku sendirian?”

“Emm, Rin, sebenernya tadi Indra telpon aku dan bilang dia ada feeling ma kamu. Dia juga bilang pingin banget mboncengin kamu.”

“Hah….. Sapa?? Indra??” tanyaku kaget.

“Iya….. Indra mau mboncengin kamu. Gimana kamu’ne mau ga?” tanya Riva meminta kepastianku.

Aku terdiam lama. Aku kembali teringat pada sebuah nama. Yaah, Indra! Cowok yang pernah kutemui beberapa waktu lalu di gereja.

“Haloooooo………” kata Riva memecah lamunanku, “Gimana kamu mau ga?”

“Eh, iya, halo……… Emm, maaf ya, Va, aku belum bisa ngasih jawaban. Besok aja ya………”

Aku dan Riva pun mengakhiri percakapan di telpon itu. Kemudian aku merebahkan badanku di kasur dan berusaha untuk mengingat-ingat sesuatu tentangnya. Hingga akhirnya mataku terasa berat dan aku pun terlelap dalam mimpi indahku.

Paginya sebelum bel masuk berbunyi, aku berbincang-bincang dengan Riva.

“Rin, gimana yang kemarin mau ga?”

“Kemarin? Ooo……… Aduh, maaf ya, aku ga bisa datang, soalnya ada kepentingan ndadak banget.”

“Yaah……… Kok gitu? Tapi, ya udahlah! Ga pa-pa kok.” jawab Riva setengah kecewa.

Tiba-tiba, tanpa kusadari Edie duduk di sampingku.

“Hai, Riv………” sapa Edie pada Riva.

“Edie?” aku kaget dan menjadi salah tingkah.

Edie pun tersenyum pada Riva dan aku. Tapi, aku tak membalas senyumannya. Aku terdiam. Aku enggan berbicara denganya dan pikiranku pun mulai melayang-layang. Dan aku tak mempedulikan apa yang dibicarakan Riva dan Edie.

Beberapa minggu kemudian,

“Rin,nanti sore ikut aku ya!”

“Kemana, Va?”

“Jalan! Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan.”

Sore pun menjelang. Aku dan Riva naik sepeda melintasi jalan-jalan kota. Dan kemudian Riva mengajakku pergi ke sebuah taman di sudut kota.

“Rin, ke taman dulu ya!” pinta Riva.

“Hmmm………” jawabku malas.

Aku dan Riva pun pergi ke taman. Namun, sesampainya di taman, aku merasa heran.

“Riv, kok sepi ya?”

Riva tidak menjawab, tetapi malah bersepeda mengelilingi taman sendirian.

Aku merasa bosan. Lantas kuparkir sepedaku dan aku pun duduk di salah satu kursi di sudut taman sambil meperhatikan Riva. Namun, tiba-tiba…….

“Rinda………”

Aku mendengar suara orang memanggil namaku. Aku pun menoleh. Namun, aku sungguh kaget ketika ku tahu siapa yang memanggilku.
“Edie?” jawabku.

Edie pun tersenyum manis lantas berjalan mendekatiku dan kemudian duduk di depanku. Aku tertegun melihatnya.

“Rin, aku minta maaf ya, soalnya aku dah buat kamu sakit dan patah semangat!” kata Edie memecah keheningan yang terjadi antara aku dan dia.

Aku semakin heran dengan tingkahnya. Namun, belum sempat kutanggapi kata-katanya, Edie sudah berkata lagi, “Ee... sebenernya aku ga ada maksud buat lakuin itu. Makanya sorry banget ya, Rin!”

Aku tak menjawab kata-kata Edie dan Edie juga tidak berbicara lagi. Keheningan pun kembali menaungi aku dan Edie. Baik aku maupun Edie tak mengucapkan sepatah katapun. Hinnga akhirnya aku mulai enggan dan berniat untuk meninggalkan Edie. Namun, Edie berusaha mencegahnya.

“Rinda... jangan pergi dulu!” kata Edie sambil mendekatiku.

Aku pun berhenti dan menoleh kearah Edie. Kemudian Edie mendekatiku lagi sambil menatap mataku.

“Rinda, sebenernya aku...” Edie terdiam sesaat, “aku sayang kamu, Rin!”

Aku kaget dengan kata-kata Edie. Namun kuanggap kata-kata itu hanya rayuan gobal semata dan kemudian aku berbalik arah dan melangkahkan kakiku lagi. Tapi, lagi-lagi dia menghentikanku.

“Rin, aku beneran sayang kamu! Aku nyadar, Rin, aku dah buat kamu sakit hati. Tapi bisakan kamu maafin aku?”

Aku hanya diam saja. Anganku kembali teringat saat gosip CLBK antara Edie dan Tias. Waktu itu hatiku bener-bener sakit. Aku pun mulai menitikkan air mata karena mengingatnya.

“Rin, aku tahu kamu sakit hati saat ada gosip aku CLBK ma Tias. Tapi, semuanya itu udah lalu, Rin! Aku dan Tias ga ada apa-apa lagi!” kata Edie seolah ia tahu apa yang aku pikirkan.

“Maaf? Semudah itukah? Semudah itu kamu minta maaf padaku? Kau ketelaluan, Di! Kamu udah nyakiti hatiku sampai pedih banget. Dimana perasaanmu? Aku ga bisa maafin kamu!” kataku pada Edie sambil berlinang air mata, “Aku benci kamu, Di!”

Tiba-tiba, Riva telah ada di sampingku bersama Indra. Aku pun berusaha menghentikan tangisku di depan mereka. Dan suasanapun kembali hening. Hingga akhirnya...

“Rin, kamu masih marah ma Edie?” tanya Riva.

Kupandang wajah Riva dalam-dalam begitu pertanyaan itu keluar dari mulutnya. Dan aku tak menjawabnya.

“Rinda, kamu tahu kalau aku sayang kamu, dan aku tahu kalau kamu juga sayang aku. Tapi, entah kamu menyadarinya atau tidak, dari sorot matamu aku dapat melihat jika kamu jauh lebih sayang pada Edie daripada aku.” kata Indra, “Yaah, dan dari sorot mata Edie, aku juga tahu jika dia juga sangat sayang padamu... karena sebenarnya kamu adalah cinta pertama bagi Edie!”

Mendengar kata-kata Indra, aku merasa lunglai. Sendi-sendi lututku serasa mau lepas dan tak kuat lagi untuk berdiri. Sambil berderai air mata aku memeluk Riva.

“Kamu bener, Indra. Aku emang sayang kamu, tapi aku jauh lebih sayang Edie...” kataku dengan air mata yang makin deras mengalir, “Edie, maafin aku. Aku juga salah ma kamu. Dan aku jga sangat menyayangimu, Di........................”

~~~0000~~~


#ending yang aneh, hahahaha#
Agustus 2006
^marieae^

0 komentar:

Posting Komentar